SINOPSIS :
Adegan di omnibus "3 AM". (dok.ist.)
"Horror Thailand itu tidak 3D saja sudah menyeramkan,
gimana kalau 3D?”
Kalimat ini terucap dari mulut seorang kawan beberapa menit
sebelum menonton 3 AM. Saya setuju.
Harus saya akui, ketika menonton 4bia, Phobia 2, Alone,
sampai Coming Soon di bioskop, saya stres setengah mati. Selain
sineasnya pandai membangun mood seram , kemiripan budaya mistis
Thailand dengan Indonesia menambah tingkat ketegangan.
Ini bukan kali pertama horor Thailand bergentayangan dalam
format 3D. Sebelumnya ada Dark Flight, yang rilis tahun 2012. Namun bagi saya,
ini pengalaman pertama menonton horor Thailand 3D.
Seperti halnya 4bia, 3 AM merupakan omnibus.
Ada tiga cerita berbeda dengan tingkat ketegangan nyaris sama.
Film dibuka dengan “The Wig”. Berkisah tentang keluarga pembuat wig. Mint (Apinya Sakuljaroensuk) dan May (Focus Jirakul), dua gadis muda bersaudara menjaga toko rambut palsu saat orangtua mereka ke luar negeri. Mint dan May digambarkan tidak akur. Hal-hal kecil bisa jadi masalah besar. Masalah sebenarnya baru dimulai ketika May membeli rambut yang ternyata diambil tanpa izin dari mayat perempuan. Arwahnya pun meneror mereka.
Cerita kedua berjudul "The Corpse Bride". Seorang
pemuda bernama Tos (Toni Rakkaen) ditugaskan menjaga mayat Mike dan Cherry,
pasangan kekasih yang tewas dalam kecelakaan menjelang pernikahan mereka.
Orangtua kedua mendiang menganggap anak-anaknya masih hidup, karena itu Tos
disuruh melayani mereka layaknya manusia hidup. Konflik dimulai setelah Tos
jatuh cinta pada Cherry, si mayat perempuan.
"The Overtime" hadir sebagai penutup. Menyorot
kehidupan pekerja kantoran. Sesuai judulnya, yang berarti lembur, segmen
ini menampilkan seramnya suasana kantor di malam hari. Karan (Ray MacDonald)
dan Tee (Shahkrit Yamnarm), pemilik perusahaan, sering menakuti bawahannya yang
berlama-lama di kantor sampai larut malam, tapi malah bermain facebook, semata
mengejar upah lembur. Sampai kejadian aneh membuat mereka berpikir ini ulah
mereka sendiri atau memang ada makhluk lain.
Meski sama-sama horor, ada perbedaan yang cukup terasa di
setiap segmen. Dalam "The Wig", unsur drama terasa kental. Konflik
Mint dan May, dua bersaudara yang tidak akur, terlihat meyakinkan. Emosi naik
turun dari saling benci, hingga terpaksa bersatu saat diteror hantu, dibawakan
dengan apik.
Suasana rumah yang dipenuhi dengan kepala manekin terbalut
rambut palsu juga membantu memperkental nuansa horor. Sutradara Patchanon
Thammajira tak lupa menjelaskan, May membuat rambut palsu untuk dijual pada
pasien kanker yang mengalami kerontokan rambut.
Segmen kedua, "The Corpse Bride", mungkin
mengundang pertanyaan. Kok, ada ya pemuda yang mau menjaga mayat di tempat
terpencil? Namun di awal cerita, sutradara Kirati Nakintanon menjelaskan bahwa
Tos, pemuda ini mendapat uang lebih dibandingkan enam bulan ia bekerja sebagai
perawat. Percintaan dengan mayat perempuan tergambar dengan mesra sekaligus
mistis. Plus fakta tak terduga di akhir cerita.
Sebagai penutup, "The Overtime" hadir dengan
balutan komedi yang kuat. Konsep ini pernah dipakai oleh Phobia 2. Setelah
di dua segmen cerita horornya serius, segmen terakhir Anda diberi kesempatan
buat "bernafas". Tak sekadar mengocok perut lho, sutradara Isara
Nadee sukses membuat penonton bingung mana yang kejadian sungguhan atau
rekayasa, mana yang setan sungguhan mana yang bukan. Cerdas. Suka banget, deh,
sama twist segmen terakhir ini.
Eh, lalu bagaimana dengan efek 3D-nya? Cukup baik. Hanya
saja beberapa adegan jadi terkesan dipanjang-panjangkan demi menunjukkan
keindahan teknologi 3D ini. Dengan atau tanpa 3D, ketegangan 3 AM tetap
membuat penonton ‘stres’ di dalam bioskop.
0 komentar :
Posting Komentar